Senin, 09 Mei 2016

Dosa & Penyakit

I.                   Pembahasan
1.1.     Dosa
1.1.1.      Pengertian Dosa
Menurut Kamus Alkitab, dalam Perjanjian Lama, dosa adalah apa yang tidak dapat diterima (bagi Allah, atau umat manusia); tidak harus berupa ketidak-taatan kepada Allah atau pemberontakan terhadap-Nya (I Raj. 8:50); dan tidak dapat disamakan dengan perbuatan kriminal yang berupa pelanggaran terhadap masyarakat.[1]
Menurut buku Pedoman Dogmatika, Dosa berasal dari beberapa bahasa Ibrani, yaitu:
Ø Pertama, jika kita melihat dalam Kej. 4:7, maka kata benda Ibrani חטאה –(khatâ'âh), atau  חטאת (khatâ't), berasal dari kata kerja חטא – (khâtâ), “berbuat dosa” dan secara konseptual bermakna “meleset dari sasaran atau jalan yang benar” atau dosa mengacu kepada arti bahwa manusia menyimpang dari tujuan dan maksud Allah. Hal ini mengandung makna bahwa dosa itu bukan saja dilakukan melalui perkataan dan perbuatan tetapi juga dalam sikap hati dan pikiran yang berdosa. Manusia menyimpang dari jalan yang benar.
Ø Kedua, חטא (khet), merupakan istilah yang seasal dengan khattat. Istilah ini diantaranya terdapat dalam kitab Maz. 51:11 yang berbunyi, “sembunyikanlah wajah-Mu terdahap dosa (khet) ku, hapuskanlah segala kesalahanku!”
Ø Ketiga, פשע (pesya), berdasarkan Ams. 10:19 dosa kata Ibrani פשע (pesya), berasal dari kata kerja פשע (pâsya), “memberontak”, “melanggar”. Kata ini mempunyai arti tindakan “memberontak”, “melawan”, “menentang”. Dapat disimpulkan bahwa hal ini menyangkut tentang pemberontakan atau pelanggaran terhadap kehendak dan perintah Allah. Istilah ini di antaranya dapat ditemui di dalam kitab Kej. 31:36; Ams. 28:13; Hos. 8:1. Dalam Kej. 31:36 tertulis, “Lalu hati Yakub panas dan ia bertengkar dengan Laban. Ia berkata kepada Laban: “Apakah kesalahanku (pesya) apakah dosaku, maka engkau memburu aku sehebat itu?”[2]
Menurut website www.google_TeologiaPerjanjianLama.com, dosa juga berasal dari beberapa bahasa Ibrani, yaitu:
Ø Pertama, שגג (syagag), kata ini berarti dosa yang tidak disengaja, karena tidak hati-hati, karena tidak sabar dan tanpa diketahui. Contoh penggunaannya adalah dalam kitab Im. 4:13.
Ø Kedua, kata Ibrani  אשם - '(âsyâm), yang berasal dari kata kerja dengan akar kata yang sama, “bersalah”. Kata ini sering dihubungkan dengan “korban” misalnya korban penghapus “salah”. Kata (asyam) dalam bahasa Ibrani ini juga berarti dosa, pelanggaran, salah. Hal ini dapat kita lihat dalam Im. 4:3, kata Asyam dalam terjemahan LAI adalah bersalah dan KJV (sin=dosa).
Ø Ketiga, berdasarkan I Raj. 17:18 kata Ibrani עון - '(âvõn), berasal dari kata kerja עוה – ('âvâh), yang memiliki arti “melakukan kesalahan”, “bersalah”, secara konseptual bermakna “membengkokkan yang lurus”. Kata ini lebih banyak diterjemahkan dalam arti “kesalahan” terhadap manusia ketimbang “dosa” terhadap Allah.
Ø Keempat,  רשע (râsyâ)', yang memiliki arti “tidak mengindahkan perintah Tuhan (fasik) atau berbuat maksiat” (Kej. 18:23).[3] 
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dosa merupakan perbuatan yang melanggar hukum Tuhan atau agama, perbuatan salah dan asal kata dosa ini adalah berasal dari Adam dan Hawa.[4] Menurut Kamus Teologi, Dosa atau sin (Inggris) juga mempunyai arti pelanggaran terhadap hukum Allah, dosa melawan Roh Kudus, dan pada dasarnya dosa ini layak untuk dihukum mati.[5] Menurut Ensiklopedi Umum, Dosa yang dalam bahasa Belanda, “Zonde”, dikenal dalam keagamaan perbuatan asusila, melawan Tuhan. Orang Yahudi mengenal dosa pribadi dan dosa yang meliputi seluruh bangsa (misalnya memuja berhala). Ada juga pengertian dosa asal (menurut ajaran Kristen keburukan yang ada dalam setiap manusia sejak jatuhnya Adam, yang dapat dihapuskan dengan pemandian).[6]
Jadi dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dosa adalah segala perbuatan yang tidak dapat diterima oleh Allah baik juga bagi manusia, di mana dosa merupakan segala perbuatan yang telah melanggar hukum Tuhan atau agama.
1.1.2.      Konsep Dosa Menurut Perjanjian Lama
Menurut buku Teologi Dasar, ada beberapa yang menjadi konsep dosa dalam Perjanjian Lama, yaitu:[7]
1.    Khata
Kata dasar ini muncul sekitar 522 kali dalam Perjanjian Lama. Arti utamanya adalah tidak mengenai sasaran, dan sepadan dengan kata Yunani, “hamartano”. Namun arti tidak mengenai sasaran juga mencakup pencapaian sasaran tertentu yang lain; maksudnya apabila seseorang tidak mencapai sasaran yang tepat lalu berdosa, maka dia juga mengenai sasaran yang keliru. Kata tersebut digunakan untuk menjelaskan dosa kejahatan moral, penyembahan berhala, dan yang berhubungan dengan upacara (Kel. 20:20; Hak. 20:16; Ams. 8:36; 19:2).
2.    Ra
Kata ini digunakan sekitar 444 kali dalam Perjanjian Lama, dan sepadan dengan kata Yunani “kakos” dan “poneros”, yang arti utamanya ialah menghentikan atau menghancurkan. Kata ini seringkali diartikan sebagai malapetaka atau bencana besar, dan banyak diterjemahkan dengan kata “jahat”. Kata ini bisa juga menyatakan sesuatu yang berbahaya maupun sesuatu yang salah secara moral (Kej. 3:5; 38:7; Hak. 11:27).
3.    Pasha
Arti utama dari kata ini adalah memberontak, meskipun biasanya juga diterjemahkan sebagai “pelanggaran” (I Raj. 12:19; II Raj. 3:5; Ams. 28:21; Yes. 1:2).
4.    Awon
Kata ini mencakup pengertian perbuatan salah maupun rasa bersalah, yang dalam pemikiran Ibrani sangat bertautan (I Sam. 3:13), dan dengan dosa yang bersifat menantang (Bil. 15:30-31).

5.    Shagag
Kata ini berarti melakukan kesalahan atau menyimpang seperti yang mungkin dilakukan seekor domba atau seorang pemabuk (Yes. 28:7). Kata ini menunjuk kepada kesalahan yan diperbuat seseorang yang merasa bertanggung jawab. Dalam kaitan Taurat, orang yang menyimpang atau tersesat bertanggung jawab karena tahu apa yang telah diperintahkan oleh Taurat (15:22).
6.    Asham
Hampir semua penggunaan kata ini berkenaan dengan upacara keagamaan yang dilakukan di tabernakel maupun di bait suci seperti yang tertulis dalam kitab Imamat, Bilangan, dan Yehezkiel. Rasa bersalah di hadapan Tuhan adalah maksud utamanya. Hal tersebut menunjukkan rasa bersalah dan dosa yang berhubungan dengan korban persembahan, dan karena itu mencakup masalah yang dilakukan secara sengaja (Im. 4:13; 5:2-3).
7.    Rasha
            Kata ini jarang digunakan sebelum masa pembuangan, dan sering terdapat dalam kitab Mazmur, Yehezkiel, dan kitab Amsal. Artinya adalah kejahatan, lawan dari kebenaran (Kel. 2:13; Mzm. 9:17; Ams. 15:9; Yeh. 18:23).
8.    Taah
Arti kata ini yaitu menyimpang, tersesat; dosa dilakukan secara sengaja, bukan kebetulan, walaupun si pelaku mungkin tidak menyadari ruang lingkup dosanya (Bil. 15:22; Mzm. 58:4; 119:21; Yes. 53:6; Yeh. 44: 10,15).
Dari penyelidikan kata di atas bahwa kita dapat menarik kesimpulan tentang dosa yang diajarkan dalam Perjanjian Lama, yaitu:
1.    Dosa bisa berupa banyak bentuk, dan karena penggunaan kata yang beraneka ragam itu, maka seorang Israel dapat menyadari perbuatan dosa khusus yang dilakukannya.
2.    Dosa adalah hal yang bertentangan dengan norma, dan pada dasarnya dosa itu merupakan ketidak-taatan kepada Allah.
3.    Karena ketidak-taatan mencakup pemikiran positif maupun negatif, maka dosa merupakan perbuatan aktif terhadap apa yang salah dan bukan hanya sebagai tindakan peniadaan secara pasif terhadap hal-hal yang benar. Dosa bukan saja merupakan perbuatan yang tidak mencapai sasaran, melainkan juga sebagai tindakan mencapai sasaran lain yang keliru.

1.1.3.      Dosa Menurut Pandangan Teologi Perjanjian Lama
Menurut buku Iman Kristen, dalam Teologi Perjanjian Lama, maka Allah bukanlah penyebab dosa karena dalam kitab Perjanjian Lama telah memberitakan kepada kita bahwa jauhlah dari pada Allah untuk melakukan kefasikan, dan dari pada yang Maha Kuasa untuk berbuat curang (Ayb. 34:10 bnd. Mzm. 73:23; 119:68), sebab Tuhan Allah tidak pernah bersikap curang, memihak atau menerima suap (II Taw. 19:7; Kel. 23:6-8). Jika diperbandingkan dengan Kej. 1:31, Allah tidak mengkehendaki dosa sebab segala sesuatu yang dijadikan “amat baik”. Jika kita melihat ke dalam Kej. 3:1-7 maka manusia jatuh ke dalam dosa bukan karena paksaan Iblis.[8]
Menurut buku Pedoman Dogmatika, Dosa adalah ketidak-taatan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan yang diungkapkan melalui pemberontakan dan pelanggaran manusia.[9]
Menurut Theological Dictionary, Dosa dimulai ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Kita Kejadian mengajarkan bahwa Allah menciptakan makhluk yang bernama “manusia” (Kej. 1:26-28). Manusia adalah ciptaan yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Salah satu makna dari “gambar dan rupa” Allah bahwa manusia itu diberikan “akal budi” – sesuatu yang membedakannya dari hewan, tumbuhan. Dengan akal budi itu, manusia mempunyai pikiran atau kehendak bebasnya. Penggunaan “kehendak bebas” inilah yang terekam dalam kisah di Taman Eden. Allah memberikan firman agar Adam dan Hawa tidak memakan buah dari “Pohon Pengetahuan tentang yang baik dan jahat”. Buah dari pohon-pohon lainnya boleh mereka makan. Hanya buah dari pohon itu saja yang tidak boleh dimakan, karena mereka bisa mengakibatkan “kematian” (Kej. 2:15-17). Tidak diceritakan berapa lama keduanya menghuni Taman Eden dan menikmati segala yang terindah. Sampai suatu hari, ular datang dan membujuk Hawa untuk memakan buah dari Pohon Pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat tersebut. Singkat ceita, keduanya lalu memakan buah dari pohon tersebut.[10]
Menurut Ensiklopedi Alkitab Praktis, maka kita di arahkan kepada Mzm. 32:1-2 yaitu dosa adalah keadaan yang menyebabkan manusia terpisah dari Allah karena pikiran, sikap, perkataan atau perbuatan yang salah.
Kesalahan-kesalahan itu adalah dosa dan keadaan orang yang berdosa berarti memalingkan arah kehidupan dari segala rancangan yang dikehendaki Allah. Oleh sebab itu, dosa berarti keadaan terpisah dari Allah.[11]
Menurut buku Teologia Perjanjian Lama I, manusia memang adalah orang yang berdosa namun Allah masih tetap memberkati karena Allah prihatin kepada manusia berdosa. Gambar Allah tetap menandai, bahkan diteruskan turun-temurun (Kej. 5:1-3). Hawa adalah “Ibu dari segala yang hidup” (dengan gelar yang digunakan untuk Ibu Pertiwi, maha ibunda dalam kebudayaan Kanaan) sekalipun keibuan disertai dengan penderitaan yang lahir batin. Ibu, yang ada pada awalnya menolak tanggung jawab atas dosanya, disertai tanggung jawab atas anak-anaknya dengan segala suka dan duka dan ia belajar memelihara mereka. Anak pertama Adam dan Hawa adalah Kain yang artinya “kuperoleh laki-laki” dengan bantuan Tuhan dan dialah yang telah membunuh adiknya dan serta menyebabkan susah hati pada ibu dan bapanya. Sekalipun manusia diusir dari kebun yang nikmat, Allah tetap memberkati mereka dengan pakaian yang tepat untuk dunia yang keras itu. Setiap dosa dan pelanggaran manusia senantiasa disertai dengan berkat yang terselubung.[12]
Meskipun tampak berkat Allah kepada Adam dan Hawa namun hubungan manusia juga sangat kritis dengan Allah. Allah sakit hati kepada manusia karena segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan. Sebagaimana kelak ia juga akan mengalami kesusahan yang sama oleh Israel. Hati Allah pilu (Kej. 6:6c bdn. Yes. 63:10, pemberontakan mendukakan hati Roh Kudus dan Mzm. 78:40, pemberontakan di gurun menyakiti Allah). Pada sisi lain, Allah menderita karena ciptaan-Nya dirusak. Pada pihak lain, Ia menyesal telah menciptakan semua itu. Sebagaiman tukang priuk memusnahkan hasil yang tidak sempurna (Yer. 18:1-12) demi ciptaan-Nya karena yang salah bukanlah Khalik melainkan manusialah yang telah merusak karya-Nya yang “amat baik” (Kej. 1:31). Allah merencanakan Air Bah dan yang selamat dari semua itu adalah Nuh dan keluarganya dan sepasang binatang lainnya. Sekalipun Allah tahu bahwa hati manusia jahat dari sejak kecilnya (Kej. 8:21), namun Ia berjanji, “Selama bumi masih ada, takkan berhenti-berhentinya menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam.” (Kej. 8:22).[13]
Dari  pemaparan di atas maka yang dapat disimpulkan tentang dosa menurut pandangan Teologi Perjanjian Lama, ialah bahwa maka Allah bukanlah penyebab dosa karena dalam kitab Perjanjian Lama. Dan oleh karena dosa juga keadaan yang menyebabkan manusia terpisah dari Allah karena pikiran, sikap, perkataan atau perbuatan yang salah. Di mana di dalam diri manusia memiliki kuasa dosa, dan oleh karena itu manusia akan terus melakukan dosa jika manusia tersebut tidak bisa menguasai kuasa dosa yang telah lebih besar menguasai dalam dirinya.
1.1.4.      Dosa Dalam Berbagai Defenisi
Menurut buku Systematic Theology, dosa dapat didefenisikan secara tepat dengan menggunakan kata-kata yang dikemukakan di atas. Sesungguhnya dapatlah kita defenisikan bahwa dosa adalah tidak mencapai sasaran, kebejatan, pemberontakan, kesalahan, memilih jalan yang tidak benar, kejahatan, penyimpangan terhadap hokum, pelanggaran, kebodohan, dan kesengajaan meninggalkan jalan yang benar.
Secara lebih ringkas dosa biasanya sebagai pelanggaran terhadap hukum (I Yoh. 3:4). Defenisi ini tepat sejauh menyangkut hukum dalam arti yang sangat luas, yaitu pelanggaran terhadap standar-standar yang telah ditetapkan Allah. Strong memberikan sebuah contoh pada saat dia mendefenisikan dosa sebagai “ketidak-sesuaian terhadap hukum moral Allah, baik dalam perbuatan, watak/sifat, ataupun keadaan.”[14]
Menurut buku A Sistematic Theology, dosa dapat pula didefenisikan sebagai berlawanan denga atau menentang karakter Allah (Rom. 3:23 –di mana kemuliaan Allah merupakan refleksi dari karakter/sifat-Nya). Busell mendefenisikan dosa sebagai berikut: “Dosa dapat didefenisikan sebagai apa saja di dalam diri ciptaan yang tidak menyatakan, atau yang bertentangan dengan, sifat kudus Sang Pencipta”[15]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sifat utama dosa adalah terletak pada arahnya yang bertentangan dengan Allah. (Hal ini bisa juga dinyatakan dalam hubungannya dengan Hukum Allah). Setiap defenisi yang tidak menyatakan hal ini tidaklah Alkitabiah. Kelompok yang menyatakan bahwa dosa sebagai pertentangan terhadap diri sendiri, terhadap sesama, atau terhadap Allah, gagal menekankan kebenaran bahwa semua dosa pada dasarnya adalah bertentangan dengan Allah (Mzm. 51:6; Rom. 8:7).
Kiranya penjelasan kata dan defenisi tentang dosa di atas tidak membuat kita lupa betapa mengerikannya dosa dalam pandangan Allah yang kudus. Secara ringkas Habakuk berkata: “Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman” (Hab. 1:13). Dosa begitu merusak atau menghancurkannya, sehingga kematian Anak Allah saja yang dapat menghapuskannya (Yoh. 1:29).
1.2.     Penyakit
1.2.1.      Pengertian Penyakit
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penyakit adalah sesuatu yang menyebabkan terjadinya gangguan pada makhluk hidup; gangguan kesehatan yang disebabkan oleh bakteri, virus atau kelainan system faal atau jaringan pada organ tubuh (pada makhluk hidup).[16] Sedangkan menurut buku Manusia dan Budaya, penyakit adalah penyebab seorang mengalami sakit, menurut Perjanjian Lama, sakit adalah keadaan seseorang yang mengalami sesuatu yang buruk dalam tubuhnya. Mungkin ia sakit karena tertular atau memang karena keadaan fisiknya yang kurang seimbang.[17]
Menurut Tesis (Konseling Pastoral kepada ibu-ibu yang mengalami penyakit menahun), dalam Perjanjian Lama, penyakit diterjemahkan חלי (kholiy) kata ini mengandung kata penyakit, kesakitan. Dalam Ul. 7:15 maka dikatakan Tuhan akan menjauhkan segala penyakit (kholiy) dari padamu, juga dalam Ul. 28:61 disebut berbagai penyakit (kholiy) dan pukulan yang tidak tertulis dalam kitab Taurat. Dalam kitab Yesaya maka kita juga menemukan kata kholiy diterjemahkan dengan kata kesakitan ‘biasa menderita kesakitan’, dalam Yes. 53:3 berarti “biasa menderita penyakit”, sedangkan dalam Yes. 53:4 “penyakit kita telah ditanggungnya”, ini berarti Tuhan mengetahui penyakit yang kita derita. Istilah selanjunya untuk penyakit adalah מכאב (mak’ob), ini menunjukkan kesengsaraan yang ditumbulkan oleh penyakit yang menyebabkan orang menderita. Kemudian penyakit juga diistilahkan dengan kata עמל (amal) yang berarti memikul (Yes. 53:11), (memikul tetapi dalam bentuk penyakit kita yang dipikul).[18]
Jadi dari pemaparan di atas tentang penyakit adalah bahwa penyakit adalah sesuatu yang menyebabkan terjadinya gangguan pada makhluk hidup; gangguan kesehatan yang pada umumnya penyakit tersebut menyerang makhluk hidup, namun khususnya manusia dalam berbagai situasi dan kondisi yang juga menyebabkan manusia yang terkena penyakit tersebut merasa kesakitan, dan terlebih merasa menderita oleh karena penyakit yang dialami.
1.2.2.      Sumber Penyakit
Menurut Tesis (Konseling Pastoral kepada ibu-ibu yang mengalami penyakit menahun), ada beberapa yang menjadi sumber penyakit pada umumnya, yaitu:
1.    Karena dosa (Mzm. 32:3-5, 38:1-9, 18-19: 41:4-5: 107:17-18: Yes. 1:4-6), ini pertama karena kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa yang menyebabkan munculnya penyakit.
2.    Kutuk, ketika manusia jatuh ke dalam dosa maka yang ia peroleh adalah kutuk (penyakit, penderitaan) karena Tuhan bermitra dengan Iblis dan melanggar perintah Allah. Dalam Ul. 28:27-28, Tuhan menghukum manusia karena dosa-dosanya (Bnd. Ul. 28: 60-61), Ibr. 2:14, Rom. 3:23).
3.    Iblis, ada hubungan dosa dengan iblis di mana ada dosa maka di situ ada iblis atau sebaliknya iblislah yang telah menggoda manusia sehingga ia jatuh ke dalam dosa dan menghasilkan penyakit (Kej. 3).[19]
Menurut buku Bakteriologi Medik, maka ada juga yang menjadi sumber penyakit, yaitu mikroba, mikroba adalah suatu makhluk kecil yang sangat halus dan hidup di alam bebas, berkembang biak mengandalkan kolonisasi pada permukaan tubuh seperti kulit, kuku, rongga hidung, rongga telinga luar, mulut, tenggorokan, serta saluran serna rektun dan kolon.[20]
Menurut buku Pedoman Pelayanan terhadap Orang Sakit, maka ada di sini juga dijelaskan yang menjadi beberapa sumber dari pada penyakit, yaitu:
1.    Virus, virus juga merupakan penyebab penyakit yang mematikan baik kepada manusia maupun kepada hewan.
2.    Penyakit keturunan (Kel. 20:35; Ul. 28:58-61).
3.    Lingkungan yang tercemar (Yer. 13:1-8; II Raj. 8:28-29; Luk. 21:10-11; Yes.. 24:1-17).
4.    Tidak hati-hati menjaga diri (II Raj. 1:2).
5.    Kejahatan orang berdosa yang disekitarnya (Kel. 21:18-19; Yer. 4:14, 8:18, 21; 10:17-20; 17:14).
6.    Kebodohan hamba Tuhan atau gembala (Yeh. 34:1-10; Zak. 11:15).
7.    Diizinkan Tuhan secara khusus (II Raj. 13:14-21; Ayub 2:7-9).
8.    Bukan karena dosa melainkan karena pengalaman rohani yang dahsyat dengan Tuhan (Dan. 8:1-27).
9.    Kejahatan orang tua dan nenek moyang (II Raj. 5:20-27; Yes. 1:4-6).[21]
Dari pemaparan tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa tidak semua akibat dosa dari manusia.
1.2.3.      Penyakit dalam Teologi Perjanjian Lama
Menurut Ensiklopedi Alkitab Praktis, khususnya dalam Perjanjian Lama, kita mengenal mengenai istilah penyakit sampar, penyakit ini sangat dahsyat dan dan menular, baik kepada ternak (Kel. 9:3) dan kepada manusia (Mzm. 91:3) dan tulah yang juga dapat kita lihat dalam Kel. 7-11. Penyakit lainnya juga adalah penyakit kusta yang dianggap najis bagi mereka yang menghampirinya. Mula-mula kulitnya timbul luka, atau kudis yang berwarna putih kemudian bagian tubuh jari tangan, jari kaki, hidung, telinga tidak berperasaan lagi (mati rasa) sehingga akhirnya luka bahkan putus. Penyakit kusta adalah penyakit yang sukar sembuh dan sifatnya menahun (Ul. 28:27, 35). Namun, tidak semua orang kusta disebut dalam Alkitab terkena penyakit yang sungguh dahsyat, misalnya Namaan yang masih dapat tinggal bersama dengan keluarganya (II Raj. 5).[22]
Menurut Tesis (Konseling Pastoral kepada ibu-ibu yang mengalami penyakit menahun), selain penyakit tersebut, ada juga penyakit barah, di mana ia memecah seperti gelembung yang mengenai ternak dan manusia, penyakit ini terjadi ketika Firaun tidak mengijinkan bangsa Isreal dari Mesir.[23]
Menurut Kamus Alkitab, penyakit pada zaman Alkitab dan cara penyembuhannya merupakan hal yang sangat penting, dan kadang-kadang penyakit dianggap berasal dari Allah sebagai hukuman atau dosa seperti ketika penyakit sampar menerpa seluruh bangsa karena kelancangan Daud ketika melakukan sensus  penduduk (II Sam. 24). Namun pandangan yang demikian tentang Allah dimodifikasi (ditransformasi) dalam kitab Tawarikh (I Taw. 21:1 bnd. II Sam. 24:1), yang menganggap seluruh episode tersebut disebabkan oleh setan.[24]
Jadi dari pemaparan di atas tentang beberapa penyakit dalam Perjanjian Lama ialah bahwa dalam Perjanjian Lama pun sudah banyak berbagai jenis penyakit yang telah menyerang manusia, dan itu hanyalah beberapa kisah dari Perjanjian Lama yang mencatatkan berbagai jenis penyakit yang telah menyerang manusia.
1.3.     Hubungan Dosa dan Penyakit
Menurut Tesis (Konseling Pastoral kepada ibu-ibu yang mengalami penyakit menahun), ketika manusia yaitu Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa maka penyakit, kesusahan dan kematian memasuki kehidupan semua manusia (Kej. 3:16-19). Penyebab dosa dan penyakit adalah Iblis (Ayb. 1-2). Dan jika kita melirik ke dalam Yes. 53:4; 53:11 ada kata נשא (nasa) maka penyakit berhubungan dengan kata nasa ini dipakai untuk menanggung dosa dan penyakit. Arti kata nasa adalah mengangkut, mengangkat atau memindahkan jauh-jauh. Jika kita melihat nasa maka Imamat menggunakannya dalam Im. 16, ketika memberikan kambing jantan untuk pendiaman yang mengangkut segala kesalahan/dosa dan penyakit bangsa Israel ke tanah yang tandus, dan kambing itu harus dilepaskan di padang gurun (Im. 16:21-22).[25]
Penyakit sering dianggap sebagai hukuman Allah kepada orang-orang yang berdosa karena itu mereka harus disisihkan, hidup mereka kebanyakan didiskriminasi atau mereka dan keluarganya tersisihkan.[26]
Menurut buku Sehat, Kesehatan dan Penyembuhan, orang Ibrani selalu beranggapan bahwa penyakit diberikan Allah sebagai hukuman atas apa yang tidak disukai-Nya (Kel. 4:11; Bil. 25:18; Ul. 32:39; Yes. 38 dan Mzm. 38:3). Pemahaman inilah yang menyebabkan orang menyisihkan orang yang mempunyai penyakit beserta keluarganya dan biasanya mereka memahami kalau penyakit itu adalah akibat dari dosa pribadinya atau dosa keluarganya/dosa warisan. Hubungan langsung anatara dosa dan penyakit sangat sulit untuk dipecahkan. Namun bangsa-bangsa yang menuruti Allah diberi janji akan luput dari penyakit ( Kel. 15:25-26; Ul. 7:12-16). Penyakit juga adalah hukuman berat atas umat Allah (Yer. 24:10, 32: 24).[27]
Jadi dengan demikian dari pemaparan di atas maka dapat kita simpulkan bahwa penyakit merupakan bagian dari dosa yang tidak terlepaskan. Di mana orang-orang yang berada pada zaman Perjanjian Lama tersebut menganggap bahwa mereka telah berdosa, meskipun yang sebenarnya mereka belum tentu berdosa, tapi oleh karena pemahaman mereka tentang dosa warisan yang menyebabkan mereka berdosa sehingga mereka juga meyakini bahwa penyakit juga merupakan bagian dari dosa.
1.4.     Dosa dan Penyakit Berdasarkan Kitab Ayub
Menurut buku Ayub dalam Kasih Allah, Dosa  menurut Ayub adalah mengutuki Allah hal ini menyebabkan Ayub berpikir kalau anak-anaknya telah berdosa karena mengutuki Allah dalam hati karena itu ia mempersembahkan korban bakaran kepada Allah yang dilakukannya senantiasa (Ayb. 1:5).[28]
Menurut buku Introduction To The Old Testament, jika kita melihat kembali kisah Ayub maka menurut teman-temannya, ia mengalami penderitaan oleh penyakitnya, kehilangan anak-anaknya, harta bendanya adalah karena ia telah berdosa kepada Allah. Allah murka kepada Elifas orang Teman, dan dua sahabatnya dan memuji Ayub. Tuhan murka kepada sahabat Ayub karena mereka mengajarkan bahwa hanya orang benar yang diberkati, mendesak Ayub mengaku dosa, dan mereka tidak berkata benar tentang Allah.[29]
Menurut Ensiklopedi Alkitab, Ayub mengalami penderitaan bukan karena ia melakukan dosa atau melanggar perintah Allah, melakukan kesalahan terhadap Allah. Namun ia adalah orang saleh yang mengalami musibah hebat. Ia kehilangan semua anaknya dan segala harta bendanya, lalu dihinggapi penyakit kulit yang menjijikkan.[30] Dalam tiga rangkaian percakapan yang bersajak, si penulis menggambarkan bagaimana teman-teman Ayub, dan Ayub sendiri menanggapi malapetaka itu. Pokok yang penting dalam percakapan-percakapan itu ialah yang menyinggung caranya Allah memperlakukan manusia. Pada bagian terakhir, Allah sendiri menyatakan diri-Nya kepada Ayub. Jika kita melihat kitab Ayub ini maka penderitaan tidak selalu akibat dari dosa yang diperbuat melainkan karena Allah adalah orang yang tidak terselami.[31]
Menurut Alkitab, Penyakit yang diderita oleh Ayub sangatlah mengerikan, barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya (Ayb. 2:7) dan penyakit itu sangat menyiksa dirinya. Barah yang ia derita menimbulkan rasa gatal sehingga Ayub mengambil sekeping beling untuk menggaruk badannya (Ayb. 2:8). Penyakit itu juga membuat sahabat-sahabat Ayub tidak mengenali wajahnya (Ayb. 2:12) abu menutup tubuhnya (Ayb. 7:5). Barat badannya menurun (Ayb. 19:20). Tulangnya terasa nyeri (Ayb. 30:17), kulitnya hitam mengelupas (Ayb. 30:30). Keadaan fisik Ayub sangat tersiksa bahkan psikologinya juga tertekan karena istrinya menyuruhnya mengutuki Allah (Membuat dosa).[32]
Seperti yang telah saya singgung maka Ayub mengalami penderitaan karena ia dianggap telah berdosa kepada Allah sehingga ia mengalami kesengsaraan yang luar biasa karena menurut agama tradisional maka manusia akan mengalami kesengsaraan ketika ia melakukan pelanggaran. Apakah Allah menghendaki musibah yang menimpa Ayub? Apakah Allah melihat kalau setan menghampiri Ayub? Allah tahu segala sesuatunya. Jika kita melihat kembali kehidupan dunia ini maka manusia lebih cendrung seperti sahabat-sahabat Ayub yang senantiasa mencari penyebab penderitaan (Berupa penyakit). Mereka senantiasa mencari tahu penyebab penyakit dan penderitaan Ayub serta mencoba memecahkannya melalui logika mereka. Karena itu mereka mendatangkan peringatan keras dari Allah kepada mereka (Ayb. 42: 7). Beranjak dari kitab Ayub maka kita dapat melihat maka penyebab penyakit atau penderitaan yang dialami tidak selalu adalah akibat dari dosa yang menimpa manusia melainkan Allah bekerja dan senantiasa mendatangkan kasih karunia.[33]
Dalam buku Derita dan kutuk maka ada alasan mengapa penyakit senantiasa menimpa orang yang baik dan saleh sepeti tokoh Ayub, Harold mengatakan bahwa oleh dosa manusia, kehendak Allah dan hukuman Alam. Ada 4 ksah yang kita peroleh dari Ayub:
1.    Tuhan Allah adalah maha kuasa dan ia sumber segala sesuatu yamg terjadi di bumi.
2.    Tuhan itu adil dan benar. Setiap manusia akan mendapatkan seseuai dengan perbuatannya. Yang baik diberkati dan yang jahat dihukum.
3.    Ayub adalah orang yang baik.[34]
Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa penderitaan tidak selalu berasal dari Tuhan.
1.5.     Refleksi Teologis
Dari pemaparan diatas maka dapat kita ambil sebagai bahan refleksi dalam kehiduan kita, bahwa tidak semua penderitaan (termasuk penyakit) itu adalah akibat dari dosa. Allah adalah orang yang tidak terselami dan orang setia. Mungkin saja ketika kita mendapatkan sebuah penyakit maka yang terlintas dalam pikiran kita adalah bahwa itu adalah akibat dari dosa kita, padahal mungkin saja Allah mengizinkan Iblis menguji iman kita. Kenyataan bahwa dalam pemahaman agama tradisional (agama Pemena) masih saja berpengaruh pada kita saat ini, di dalam suku penyaji misalnya (Karo) maka ketika seseorang mengalami sakit yang luar biasa dan sudah menahun tidak sembuh maka yang dipertanyakan adalah (apakah dosamu (inilah yang ditanyakan orang lain kepada penderita)/ apa dosaku sehingga penyakit ini menerpa keluargamu/ kami? (Yang ditanyakan oleh pribadi)) mungkin saja pertanyaan ini muncul bukan saja dikalangan Karo, Simalungun, Toba, Nias bahkan suku-suku lainnya. Karena pemikiran yang sedemikian yang seharusnya kita Transformasi dengan Injil yang menjadi dasar kita untuk dapat mengubah pemikiran mereka dalam pemahaman agama tradisional yang masih melekat dalam paradigma mereka. Dan oleh karena itu perlu kita ketahui sekalipun kita terkena penyakit, penderitaan, Ketentuan Allah tidak terselami oleh manusia (Trasenden), rancangan-Nya adalah damai sejahtera, bukan rancangan kecelakaan dan Ia akan memberikan hari depan yang penuh harapan (Yer. 29: 11). Ia memanggil dan menugasi manusia menjadi bentera-Nya, kendati penderitaan dan kelemahan yang terjadi bagi kita. Penugasan itu datangnya dari Allah yang penuh kasih karunia yang tidak memperalat manusia tetapi melibatkan manusia dalam rencana sorgawi yang tidak terlihat oleh manusia di dunia ini.
II.                Kesimpulan
Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dosa berasal dari tujuh bahasa Ibrani yaitu: חטאה –(khatâ'âh), "berbuat dosa,  חטא “(khet)” (dosa),  פשע “(pesya)”, "memberontak". שגג (syagag)” dosa yang “tidak disengaja”, אשם - '(âsyâm), "bersalah yang dihubungkan dengan korban". Kata עון - '(âvõn), "melakukan kesalahan", רשע (râsyâ) “fasik”,  sedangkan penyakit bahasa Ibraninya adalah חלי (kholiy) kata ini mengandung arti penyakit, kesakitan. Kata מכאב (Mak’ob), kesengsaraan yang ditimbulkan oleh penyakit, kata עמל (amal) yang berarti memikul (Yes. 53:11), (memikul tetapi dalam bentuk penyakit kita yang dipikul). dosa bermula ketika Adam dan Hawa memakan buah larangan Tuhan dan dosa itu menghasilkan penyakit dan penderitaan. Namun meskipun demikian Allah masih memberkati manusia meskipun ia menyesal menciptakan-Nya. Sekalipun penyakit bermula dari dosa namun tidak semua penyakit itu adalah akibat dosa, bahkan bisa saja penyakit muncul akibat kesetiaan kepada Allah layaknya tokoh Alkitab yang bernama Ayub.
III.             Daftar Pustaka
….. , Alkitab Bahasa Indonesia, Jakarta: LAI, 2007
….., Theological Dictionary, Amerika: New York Press, 1967
Atkinson, David, Ayub Dalam Kasih Allah, Jakarta: YKBK/OMF, 1974
Barth dan Marie-Claire Barth, Christoper, Teologi Perjanjian Lama I, Jakarta: BPK-GM, 2011
Becker, Dieter, Pedoman Dogmatika: Suatu Kompendium Singkat, Jakarta: BPK-GM, 1991
Browning, W.R.F., Kamus Alkitab, Jakarta: BPK-GM, 2009
Dzen, Sjokoer M., Bakteriologi Medik, Malang: Bayumedia Publishing, 2003
Hadiwijono, Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2012
Kushner, Harold S., Derita Kutuk dan Rahmat, terjemahan A. Supratiknya, Yogyakarta: Kanisius, 1991
Mc Elrath-Billy Mathias, W.N., Ensiklopedi Alkitab Praktis, Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1990
Napel, Henk Ten, Kamus Teologi (Inggris, Indonesia), Jakarta: BPK-GM, 1999
Pfeiffer, Robert H., Introduction to the Old Testament, New York: Harper& brother Publisher, 1948
Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Yogyakarta: Balai Pustaka, 1990
Pringgodigdo, A.G., Ensiklopedi Umum, Yogyakarta: Kanisius, 1967
Ryrie, Charles C., Teologi Dasar, Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1991
Saragih, Jaksen, Tesis (Konseling Pastoral kepada ibu-ibu yang mengalami penyakit menahun), Medan: STT-Abdi Sabda, 2009
Sitompul, A.A., Manusia dan Budaya, Jakarta: BPK-GM, 1989
Stewart, Andy, A Sistematic Theology, Grand Rapids: Zondervan, 1962
Strong, Bussel, Systematic Theology, Philadelphia: Judson, 1907
Takaliung dan Susan Takaliung, Pondsius, Pedoman Pelayanan terhadap Orang Sakit, Malang: Gandum Mas, 1994
walls, A. F., sehat, kesehatan dan penyembuhan (ensiklopedi alkitab masa kini , jilid II), Jakarta: YKBK/OMF, 1995
IV.             Sumber Tambahan
www.google_TeologiaPerjanjianLama.com diakses pada 05 Agustus 2013




[1] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 34
[2] Dieter  Becker, Pedoman Dogmatika: Suatu Kompendium Singkat, (Jakarta: BPK-GM, 1991), 101
[3] www.google_TeologiaPerjanjianLama.com diakses pada 05 Agustus 2013
[4] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Balai Pustaka, 1990), 405
[5] Henk Ten Napel, Kamus Teologi (Inggris, Indonesia), (Jakarta: BPK-GM, 1999), 292
[6] A.G. Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum, (Yogyakarta: Kanisius, 1967), 286
[7] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar, (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1991), 281-283
[8] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2012), 227-229
[9] Dieter Becker, Pedoman Dogmatika: Suatu Kompendium Singkat, 101
[10] ….., Theological Dictionary, (Amerika: New York Press, 1967), 799
[11] W.N. Mc Elrath-Billy Mathias, Ensiklopedi Alkitab Praktis, (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1990), 33
[12] Christoper Barth dan Marie-Claire Barth, Teologi Perjanjian Lama I, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 47-48
[13] Christoper Barth dan Marie-Claire Barth, Teologi Perjanjian Lama I, 48-50
[14] Bussel Strong, Systematic Theology, (Philadelphia: Judson, 1907), 269
[15] Andy Stewart, A Sistematic Theology, (Grand Rapids: Zondervan, 1962), 264
[16] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia,  567
[17] A.A. Sitompul, Manusia dan Budaya, (Jakarta: BPK-GM, 1989), 171
[18] Jaksen Saragih, Tesis (Konseling Pastoral kepada ibu-ibu yang mengalami penyakit menahun), (Medan: STT-Abdi Sabda, 2009), 90-91
[19] Jaksen Saragih, Tesis (Konseling Pastoral kepada ibu-ibu yang mengalami penyakit menahun), 91
[20] Sjokoer M. Dzen, Bakteriologi Medik, (Malang: Bayumedia Publishing, 2003), 3
[21] Pondsius Takaliung dan Susan Takaliung, Pedoman Pelayanan terhadap Orang Sakit, (Malang: Gandum Mas, 1994), 5-7
[22] W.N. Mc Elrath-Billy Mathias, Ensiklopedi Alkitab Praktis, 77 & 126
[23] Jaksen Saragih, Tesis (Konseling Pastoral kepada ibu-ibu yang mengalami penyakit menahun), 81
[24] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, 337
[25] Jaksen Saragih, Tesis (Konseling Pastoral kepada ibu-ibu yang mengalami penyakit menahun), 81-82
[26] Jaksen Saragih, Tesis (Konseling Pastoral kepada ibu-ibu yang mengalami penyakit menahun), 84
[27]A. F. walls, sehat, kesehatan dan penyembuhan (ensiklopedi alkitab masa kini , jilid II), (Jakarta: YKBK/OMF, 1995), 368
[28] David Atkinson, Ayub Dalam Kasih Allah, (Jakarta: YKBK/OMF, 1974), 21
[29] Robert H. Pfeiffer, Introduction to the Old Testament, (New York: Harper& brother Publisher, 1948), 661
[30] David Antikson, Ayub Dalam Kasih Allah, 28-29
[31] W.N. Mcelrath-Billy Mathias, Ensiklopedia Alkitab Praktis, 17
[32] ….. , Alkitab Bahasa Indonesia, (Jakarta: LAI, 2007), 541, 545, 556 & 565-566
[33] ….. , Alkitab Bahasa Indonesia, 566
[34] Harold S. Kushner, Derita Kutuk dan Rahmat, terjemahan A. Supratiknya, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), 17-19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar