I.
Pembahasan
1.1.
Dosa
1.1.1.
Pengertian
Dosa
Menurut Kamus Alkitab, dalam
Perjanjian Lama, dosa adalah apa yang tidak dapat diterima (bagi Allah, atau
umat manusia); tidak harus berupa ketidak-taatan kepada Allah atau
pemberontakan terhadap-Nya (I Raj. 8:50); dan tidak dapat disamakan dengan
perbuatan kriminal yang berupa pelanggaran terhadap masyarakat.[1]
Menurut buku Pedoman Dogmatika, Dosa
berasal dari beberapa bahasa Ibrani, yaitu:
Ø Pertama,
jika kita melihat dalam Kej. 4:7, maka kata benda Ibrani חטאה
–(khatâ'âh),
atau חטאת (khatâ't),
berasal dari kata kerja חטא – (khâtâ), “berbuat
dosa” dan secara konseptual bermakna “meleset
dari sasaran atau jalan yang benar” atau dosa mengacu kepada arti bahwa
manusia menyimpang dari tujuan dan maksud Allah. Hal ini mengandung makna bahwa
dosa itu bukan saja dilakukan melalui perkataan dan perbuatan tetapi juga dalam
sikap hati dan pikiran yang berdosa. Manusia menyimpang dari jalan yang benar.
Ø Kedua,
חטא (khet), merupakan istilah yang
seasal dengan khattat. Istilah ini
diantaranya terdapat dalam kitab Maz. 51:11 yang berbunyi, “sembunyikanlah wajah-Mu
terdahap dosa (khet) ku, hapuskanlah
segala kesalahanku!”
Ø Ketiga,
פשע (pesya), berdasarkan Ams. 10:19
dosa kata Ibrani פשע (pesya), berasal
dari kata kerja פשע (pâsya), “memberontak”, “melanggar”. Kata ini mempunyai arti tindakan “memberontak”, “melawan”,
“menentang”. Dapat disimpulkan bahwa
hal ini menyangkut tentang pemberontakan atau pelanggaran terhadap kehendak dan
perintah Allah. Istilah ini di antaranya dapat ditemui di dalam kitab Kej.
31:36; Ams. 28:13; Hos. 8:1. Dalam Kej. 31:36 tertulis, “Lalu hati Yakub panas
dan ia bertengkar dengan Laban. Ia berkata kepada Laban: “Apakah kesalahanku (pesya) apakah dosaku, maka engkau
memburu aku sehebat itu?”[2]
Menurut website www.google_TeologiaPerjanjianLama.com,
dosa juga berasal dari beberapa bahasa Ibrani, yaitu:
Ø Pertama,
שגג (syagag), kata ini berarti dosa
yang tidak disengaja, karena tidak hati-hati, karena tidak sabar dan tanpa diketahui.
Contoh penggunaannya adalah dalam kitab Im. 4:13.
Ø Kedua,
kata Ibrani אשם
- '(âsyâm),
yang berasal dari kata kerja dengan akar kata yang sama, “bersalah”. Kata ini
sering dihubungkan dengan “korban” misalnya korban penghapus “salah”. Kata (asyam) dalam bahasa Ibrani ini juga
berarti dosa, pelanggaran, salah. Hal ini dapat kita lihat dalam Im. 4:3, kata Asyam dalam terjemahan LAI adalah
bersalah dan KJV (sin=dosa).
Ø Ketiga,
berdasarkan I Raj. 17:18 kata Ibrani עון
- '(âvõn),
berasal dari kata kerja עוה
– ('âvâh),
yang memiliki arti “melakukan kesalahan”,
“bersalah”, secara konseptual
bermakna “membengkokkan yang lurus”.
Kata ini lebih banyak diterjemahkan dalam arti “kesalahan” terhadap manusia ketimbang “dosa” terhadap Allah.
Ø Keempat,
רשע (râsyâ)',
yang memiliki arti “tidak mengindahkan perintah Tuhan (fasik) atau berbuat
maksiat” (Kej. 18:23).[3]
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), dosa merupakan perbuatan yang melanggar hukum Tuhan atau
agama, perbuatan salah dan asal kata dosa ini adalah berasal dari Adam dan
Hawa.[4] Menurut
Kamus Teologi, Dosa atau sin (Inggris) juga mempunyai arti pelanggaran terhadap
hukum Allah, dosa melawan Roh Kudus, dan pada dasarnya dosa ini layak untuk
dihukum mati.[5]
Menurut Ensiklopedi Umum, Dosa yang dalam bahasa Belanda, “Zonde”, dikenal dalam keagamaan perbuatan asusila, melawan Tuhan.
Orang Yahudi mengenal dosa pribadi dan dosa yang meliputi seluruh bangsa (misalnya
memuja berhala). Ada juga pengertian dosa asal (menurut ajaran Kristen
keburukan yang ada dalam setiap manusia sejak jatuhnya Adam, yang dapat
dihapuskan dengan pemandian).[6]
Jadi dari pemaparan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa pengertian dosa adalah segala perbuatan yang tidak
dapat diterima oleh Allah baik juga bagi manusia, di mana dosa merupakan segala
perbuatan yang telah melanggar hukum Tuhan atau agama.
1.1.2.
Konsep
Dosa Menurut Perjanjian Lama
Menurut buku Teologi Dasar, ada
beberapa yang menjadi konsep dosa dalam Perjanjian Lama, yaitu:[7]
1.
Khata
Kata
dasar ini muncul sekitar 522 kali dalam Perjanjian Lama. Arti utamanya adalah
tidak mengenai sasaran, dan sepadan dengan kata Yunani, “hamartano”. Namun arti
tidak mengenai sasaran juga mencakup pencapaian sasaran tertentu yang lain;
maksudnya apabila seseorang tidak mencapai sasaran yang tepat lalu berdosa,
maka dia juga mengenai sasaran yang keliru. Kata tersebut digunakan untuk
menjelaskan dosa kejahatan moral, penyembahan berhala, dan yang berhubungan
dengan upacara (Kel. 20:20; Hak. 20:16; Ams. 8:36; 19:2).
2.
Ra
Kata
ini digunakan sekitar 444 kali dalam Perjanjian Lama, dan sepadan dengan kata
Yunani “kakos” dan “poneros”, yang arti utamanya ialah menghentikan atau
menghancurkan. Kata ini seringkali diartikan sebagai malapetaka atau bencana
besar, dan banyak diterjemahkan dengan kata “jahat”. Kata ini bisa juga
menyatakan sesuatu yang berbahaya maupun sesuatu yang salah secara moral (Kej.
3:5; 38:7; Hak. 11:27).
3.
Pasha
Arti
utama dari kata ini adalah memberontak, meskipun biasanya juga diterjemahkan
sebagai “pelanggaran” (I Raj. 12:19; II Raj. 3:5; Ams. 28:21; Yes. 1:2).
4.
Awon
Kata
ini mencakup pengertian perbuatan salah maupun rasa bersalah, yang dalam
pemikiran Ibrani sangat bertautan (I Sam. 3:13), dan dengan dosa yang bersifat
menantang (Bil. 15:30-31).
5.
Shagag
Kata
ini berarti melakukan kesalahan atau menyimpang seperti yang mungkin dilakukan
seekor domba atau seorang pemabuk (Yes. 28:7). Kata ini menunjuk kepada
kesalahan yan diperbuat seseorang yang merasa bertanggung jawab. Dalam kaitan
Taurat, orang yang menyimpang atau tersesat bertanggung jawab karena tahu apa
yang telah diperintahkan oleh Taurat (15:22).
6.
Asham
Hampir
semua penggunaan kata ini berkenaan dengan upacara keagamaan yang dilakukan di
tabernakel maupun di bait suci seperti yang tertulis dalam kitab Imamat,
Bilangan, dan Yehezkiel. Rasa bersalah di hadapan Tuhan adalah maksud utamanya.
Hal tersebut menunjukkan rasa bersalah dan dosa yang berhubungan dengan korban
persembahan, dan karena itu mencakup masalah yang dilakukan secara sengaja (Im.
4:13; 5:2-3).
7.
Rasha
Kata ini jarang digunakan sebelum
masa pembuangan, dan sering terdapat dalam kitab Mazmur, Yehezkiel, dan kitab
Amsal. Artinya adalah kejahatan, lawan dari kebenaran (Kel. 2:13; Mzm. 9:17;
Ams. 15:9; Yeh. 18:23).
8.
Taah
Arti
kata ini yaitu menyimpang, tersesat; dosa dilakukan secara sengaja, bukan
kebetulan, walaupun si pelaku mungkin tidak menyadari ruang lingkup dosanya (Bil.
15:22; Mzm. 58:4; 119:21; Yes. 53:6; Yeh. 44: 10,15).
Dari
penyelidikan kata di atas bahwa kita dapat menarik kesimpulan tentang dosa yang
diajarkan dalam Perjanjian Lama, yaitu:
1.
Dosa
bisa berupa banyak bentuk, dan karena penggunaan kata yang beraneka ragam itu,
maka seorang Israel dapat menyadari perbuatan dosa khusus yang dilakukannya.
2.
Dosa
adalah hal yang bertentangan dengan norma, dan pada dasarnya dosa itu merupakan
ketidak-taatan kepada Allah.
3.
Karena
ketidak-taatan mencakup pemikiran positif maupun negatif, maka dosa merupakan
perbuatan aktif terhadap apa yang salah dan bukan hanya sebagai tindakan
peniadaan secara pasif terhadap hal-hal yang benar. Dosa bukan saja merupakan
perbuatan yang tidak mencapai sasaran, melainkan juga sebagai tindakan mencapai
sasaran lain yang keliru.
1.1.3.
Dosa
Menurut Pandangan Teologi Perjanjian Lama
Menurut buku Iman Kristen, dalam
Teologi Perjanjian Lama, maka Allah bukanlah penyebab dosa karena dalam kitab
Perjanjian Lama telah memberitakan kepada kita bahwa jauhlah dari pada Allah
untuk melakukan kefasikan, dan dari pada yang Maha Kuasa untuk berbuat curang
(Ayb. 34:10 bnd. Mzm. 73:23; 119:68), sebab Tuhan Allah tidak pernah bersikap
curang, memihak atau menerima suap (II Taw. 19:7; Kel. 23:6-8). Jika
diperbandingkan dengan Kej. 1:31, Allah tidak mengkehendaki dosa sebab segala
sesuatu yang dijadikan “amat baik”. Jika kita melihat ke dalam Kej. 3:1-7 maka
manusia jatuh ke dalam dosa bukan karena paksaan Iblis.[8]
Menurut buku Pedoman Dogmatika,
Dosa adalah ketidak-taatan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan yang
diungkapkan melalui pemberontakan dan pelanggaran manusia.[9]
Menurut Theological Dictionary,
Dosa dimulai ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Kita Kejadian
mengajarkan bahwa Allah menciptakan makhluk yang bernama “manusia” (Kej.
1:26-28). Manusia adalah ciptaan yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Salah satu makna dari “gambar dan rupa” Allah bahwa manusia itu diberikan “akal
budi” – sesuatu yang membedakannya dari hewan, tumbuhan. Dengan akal budi itu,
manusia mempunyai pikiran atau kehendak bebasnya. Penggunaan “kehendak bebas”
inilah yang terekam dalam kisah di Taman Eden. Allah memberikan firman agar
Adam dan Hawa tidak memakan buah dari “Pohon Pengetahuan tentang yang baik dan
jahat”. Buah dari pohon-pohon lainnya boleh mereka makan. Hanya buah dari pohon
itu saja yang tidak boleh dimakan, karena mereka bisa mengakibatkan “kematian”
(Kej. 2:15-17). Tidak diceritakan berapa lama keduanya menghuni Taman Eden dan
menikmati segala yang terindah. Sampai suatu hari, ular datang dan membujuk
Hawa untuk memakan buah dari Pohon Pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat
tersebut. Singkat ceita, keduanya lalu memakan buah dari pohon tersebut.[10]
Menurut Ensiklopedi Alkitab
Praktis, maka kita di arahkan kepada Mzm. 32:1-2 yaitu dosa adalah keadaan yang
menyebabkan manusia terpisah dari Allah karena pikiran, sikap, perkataan atau
perbuatan yang salah.
Kesalahan-kesalahan itu adalah dosa
dan keadaan orang yang berdosa berarti memalingkan arah kehidupan dari segala
rancangan yang dikehendaki Allah. Oleh sebab itu, dosa berarti keadaan terpisah
dari Allah.[11]
Menurut buku Teologia Perjanjian
Lama I, manusia memang adalah orang yang berdosa namun Allah masih tetap
memberkati karena Allah prihatin kepada manusia berdosa. Gambar Allah tetap
menandai, bahkan diteruskan turun-temurun (Kej. 5:1-3). Hawa adalah “Ibu dari
segala yang hidup” (dengan gelar yang digunakan untuk Ibu Pertiwi, maha ibunda
dalam kebudayaan Kanaan) sekalipun keibuan disertai dengan penderitaan yang
lahir batin. Ibu, yang ada pada awalnya menolak tanggung jawab atas dosanya,
disertai tanggung jawab atas anak-anaknya dengan segala suka dan duka dan ia
belajar memelihara mereka. Anak pertama Adam dan Hawa adalah Kain yang artinya
“kuperoleh laki-laki” dengan bantuan Tuhan dan dialah yang telah membunuh
adiknya dan serta menyebabkan susah hati pada ibu dan bapanya. Sekalipun
manusia diusir dari kebun yang nikmat, Allah tetap memberkati mereka dengan pakaian
yang tepat untuk dunia yang keras itu. Setiap dosa dan pelanggaran manusia
senantiasa disertai dengan berkat yang terselubung.[12]
Meskipun tampak berkat Allah kepada
Adam dan Hawa namun hubungan manusia juga sangat kritis dengan Allah. Allah
sakit hati kepada manusia karena segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan
kejahatan. Sebagaimana kelak ia juga akan mengalami kesusahan yang sama oleh
Israel. Hati Allah pilu (Kej. 6:6c bdn. Yes. 63:10, pemberontakan mendukakan
hati Roh Kudus dan Mzm. 78:40, pemberontakan di gurun menyakiti Allah). Pada
sisi lain, Allah menderita karena ciptaan-Nya dirusak. Pada pihak lain, Ia
menyesal telah menciptakan semua itu. Sebagaiman tukang priuk memusnahkan hasil
yang tidak sempurna (Yer. 18:1-12) demi ciptaan-Nya karena yang salah bukanlah
Khalik melainkan manusialah yang telah merusak karya-Nya yang “amat baik” (Kej.
1:31). Allah merencanakan Air Bah dan yang selamat dari semua itu adalah Nuh
dan keluarganya dan sepasang binatang lainnya. Sekalipun Allah tahu bahwa hati
manusia jahat dari sejak kecilnya (Kej. 8:21), namun Ia berjanji, “Selama bumi
masih ada, takkan berhenti-berhentinya menabur dan menuai, dingin dan panas,
kemarau dan hujan, siang dan malam.” (Kej. 8:22).[13]
Dari pemaparan di atas maka yang dapat disimpulkan
tentang dosa menurut pandangan Teologi Perjanjian Lama, ialah bahwa maka Allah
bukanlah penyebab dosa karena dalam kitab Perjanjian Lama. Dan oleh karena dosa
juga keadaan yang menyebabkan manusia terpisah dari Allah karena pikiran,
sikap, perkataan atau perbuatan yang salah. Di mana di dalam diri manusia
memiliki kuasa dosa, dan oleh karena itu manusia akan terus melakukan dosa jika
manusia tersebut tidak bisa menguasai kuasa dosa yang telah lebih besar
menguasai dalam dirinya.
1.1.4.
Dosa
Dalam Berbagai Defenisi
Menurut buku Systematic Theology,
dosa dapat didefenisikan secara tepat dengan menggunakan kata-kata yang
dikemukakan di atas. Sesungguhnya dapatlah kita defenisikan bahwa dosa adalah
tidak mencapai sasaran, kebejatan, pemberontakan, kesalahan, memilih jalan yang
tidak benar, kejahatan, penyimpangan terhadap hokum, pelanggaran, kebodohan,
dan kesengajaan meninggalkan jalan yang benar.
Secara lebih
ringkas dosa biasanya sebagai pelanggaran terhadap hukum (I Yoh. 3:4). Defenisi
ini tepat sejauh menyangkut hukum dalam arti yang sangat luas, yaitu
pelanggaran terhadap standar-standar yang telah ditetapkan Allah. Strong
memberikan sebuah contoh pada saat dia mendefenisikan dosa sebagai
“ketidak-sesuaian terhadap hukum moral Allah, baik dalam perbuatan,
watak/sifat, ataupun keadaan.”[14]
Menurut buku A
Sistematic Theology, dosa dapat pula didefenisikan sebagai berlawanan denga
atau menentang karakter Allah (Rom. 3:23 –di mana kemuliaan Allah merupakan
refleksi dari karakter/sifat-Nya). Busell mendefenisikan dosa sebagai berikut:
“Dosa dapat didefenisikan sebagai apa saja di dalam diri ciptaan yang tidak
menyatakan, atau yang bertentangan dengan, sifat kudus Sang Pencipta”[15]
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa sifat utama dosa adalah terletak pada arahnya yang bertentangan dengan
Allah. (Hal ini bisa juga dinyatakan dalam hubungannya dengan Hukum Allah).
Setiap defenisi yang tidak menyatakan hal ini tidaklah Alkitabiah. Kelompok
yang menyatakan bahwa dosa sebagai pertentangan terhadap diri sendiri, terhadap
sesama, atau terhadap Allah, gagal menekankan kebenaran bahwa semua dosa pada
dasarnya adalah bertentangan dengan Allah (Mzm. 51:6; Rom. 8:7).
Kiranya penjelasan kata dan
defenisi tentang dosa di atas tidak membuat kita lupa betapa mengerikannya dosa
dalam pandangan Allah yang kudus. Secara ringkas Habakuk berkata: “Mata-Mu
terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang
kelaliman” (Hab. 1:13). Dosa begitu merusak atau menghancurkannya, sehingga
kematian Anak Allah saja yang dapat menghapuskannya (Yoh. 1:29).
1.2.
Penyakit
1.2.1.
Pengertian
Penyakit
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penyakit adalah sesuatu yang menyebabkan
terjadinya gangguan pada makhluk hidup; gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
bakteri, virus atau kelainan system faal atau jaringan pada organ tubuh (pada
makhluk hidup).[16]
Sedangkan menurut buku Manusia dan Budaya, penyakit adalah penyebab seorang
mengalami sakit, menurut Perjanjian Lama, sakit adalah keadaan seseorang yang
mengalami sesuatu yang buruk dalam tubuhnya. Mungkin ia sakit karena tertular
atau memang karena keadaan fisiknya yang kurang seimbang.[17]
Menurut Tesis (Konseling Pastoral
kepada ibu-ibu yang mengalami penyakit menahun), dalam Perjanjian Lama,
penyakit diterjemahkan חלי (kholiy) kata ini mengandung kata penyakit, kesakitan. Dalam Ul. 7:15 maka dikatakan Tuhan akan menjauhkan
segala penyakit (kholiy) dari padamu,
juga dalam Ul. 28:61 disebut berbagai penyakit (kholiy) dan pukulan yang tidak tertulis dalam kitab Taurat. Dalam
kitab Yesaya maka kita juga menemukan kata kholiy
diterjemahkan dengan kata kesakitan ‘biasa menderita kesakitan’, dalam Yes.
53:3 berarti “biasa menderita penyakit”, sedangkan dalam Yes. 53:4 “penyakit
kita telah ditanggungnya”, ini berarti Tuhan mengetahui penyakit yang kita
derita. Istilah selanjunya untuk penyakit adalah מכאב (mak’ob), ini
menunjukkan kesengsaraan yang
ditumbulkan oleh penyakit yang menyebabkan orang menderita. Kemudian penyakit juga
diistilahkan dengan kata עמל (amal) yang berarti memikul (Yes. 53:11),
(memikul tetapi dalam bentuk penyakit kita yang dipikul).[18]
Jadi dari pemaparan di atas tentang
penyakit adalah bahwa penyakit adalah sesuatu yang menyebabkan terjadinya
gangguan pada makhluk hidup; gangguan kesehatan yang pada umumnya penyakit
tersebut menyerang makhluk hidup, namun khususnya manusia dalam berbagai
situasi dan kondisi yang juga menyebabkan manusia yang terkena penyakit
tersebut merasa kesakitan, dan terlebih merasa menderita oleh karena penyakit
yang dialami.
1.2.2.
Sumber
Penyakit
Menurut Tesis (Konseling Pastoral
kepada ibu-ibu yang mengalami penyakit menahun), ada beberapa yang menjadi sumber
penyakit pada umumnya, yaitu:
1. Karena
dosa (Mzm. 32:3-5, 38:1-9, 18-19: 41:4-5: 107:17-18: Yes. 1:4-6), ini pertama
karena kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa yang menyebabkan munculnya
penyakit.
2. Kutuk,
ketika manusia jatuh ke dalam dosa maka yang ia peroleh adalah kutuk (penyakit,
penderitaan) karena Tuhan bermitra dengan Iblis dan melanggar perintah Allah.
Dalam Ul. 28:27-28, Tuhan menghukum manusia karena dosa-dosanya (Bnd. Ul. 28:
60-61), Ibr. 2:14, Rom. 3:23).
3. Iblis,
ada hubungan dosa dengan iblis di mana ada dosa maka di situ ada iblis atau
sebaliknya iblislah yang telah menggoda manusia sehingga ia jatuh ke dalam dosa
dan menghasilkan penyakit (Kej. 3).[19]
Menurut buku Bakteriologi Medik,
maka ada juga yang menjadi sumber penyakit, yaitu mikroba, mikroba adalah suatu
makhluk kecil yang sangat halus dan hidup di alam bebas, berkembang biak
mengandalkan kolonisasi pada permukaan tubuh seperti kulit, kuku, rongga
hidung, rongga telinga luar, mulut, tenggorokan, serta saluran serna rektun dan
kolon.[20]
Menurut buku Pedoman Pelayanan
terhadap Orang Sakit, maka ada di sini juga dijelaskan yang menjadi beberapa
sumber dari pada penyakit, yaitu:
1. Virus,
virus juga merupakan penyebab penyakit yang mematikan baik kepada manusia
maupun kepada hewan.
2. Penyakit
keturunan (Kel. 20:35; Ul. 28:58-61).
3. Lingkungan
yang tercemar (Yer. 13:1-8; II Raj. 8:28-29; Luk. 21:10-11; Yes.. 24:1-17).
4. Tidak
hati-hati menjaga diri (II Raj. 1:2).
5. Kejahatan
orang berdosa yang disekitarnya (Kel. 21:18-19; Yer. 4:14, 8:18, 21; 10:17-20;
17:14).
6. Kebodohan
hamba Tuhan atau gembala (Yeh. 34:1-10; Zak. 11:15).
7. Diizinkan
Tuhan secara khusus (II Raj. 13:14-21; Ayub 2:7-9).
8. Bukan
karena dosa melainkan karena pengalaman rohani yang dahsyat dengan Tuhan (Dan.
8:1-27).
9. Kejahatan
orang tua dan nenek moyang (II Raj. 5:20-27; Yes. 1:4-6).[21]
Dari pemaparan tersebut, maka dapat
kita simpulkan bahwa tidak semua akibat dosa dari manusia.
1.2.3.
Penyakit
dalam Teologi Perjanjian Lama
Menurut Ensiklopedi Alkitab
Praktis, khususnya dalam Perjanjian Lama, kita mengenal mengenai istilah
penyakit sampar, penyakit ini sangat dahsyat dan dan menular, baik kepada
ternak (Kel. 9:3) dan kepada manusia (Mzm. 91:3) dan tulah yang juga dapat kita
lihat dalam Kel. 7-11. Penyakit lainnya juga adalah penyakit kusta yang
dianggap najis bagi mereka yang menghampirinya. Mula-mula kulitnya timbul luka,
atau kudis yang berwarna putih kemudian bagian tubuh jari tangan, jari kaki,
hidung, telinga tidak berperasaan lagi (mati rasa) sehingga akhirnya luka
bahkan putus. Penyakit kusta adalah penyakit yang sukar sembuh dan sifatnya
menahun (Ul. 28:27, 35). Namun, tidak semua orang kusta disebut dalam Alkitab
terkena penyakit yang sungguh dahsyat, misalnya Namaan yang masih dapat tinggal
bersama dengan keluarganya (II Raj. 5).[22]
Menurut Tesis (Konseling Pastoral kepada
ibu-ibu yang mengalami penyakit menahun), selain penyakit tersebut, ada juga
penyakit barah, di mana ia memecah seperti gelembung yang mengenai ternak dan
manusia, penyakit ini terjadi ketika Firaun tidak mengijinkan bangsa Isreal
dari Mesir.[23]
Menurut Kamus Alkitab, penyakit
pada zaman Alkitab dan cara penyembuhannya merupakan hal yang sangat penting,
dan kadang-kadang penyakit dianggap berasal dari Allah sebagai hukuman atau
dosa seperti ketika penyakit sampar menerpa seluruh bangsa karena kelancangan
Daud ketika melakukan sensus penduduk
(II Sam. 24). Namun pandangan yang demikian tentang Allah dimodifikasi
(ditransformasi) dalam kitab Tawarikh (I Taw. 21:1 bnd. II Sam. 24:1), yang
menganggap seluruh episode tersebut disebabkan oleh setan.[24]
Jadi dari pemaparan di atas tentang
beberapa penyakit dalam Perjanjian Lama ialah bahwa dalam Perjanjian Lama pun
sudah banyak berbagai jenis penyakit yang telah menyerang manusia, dan itu
hanyalah beberapa kisah dari Perjanjian Lama yang mencatatkan berbagai jenis
penyakit yang telah menyerang manusia.
1.3.
Hubungan
Dosa dan Penyakit
Menurut Tesis (Konseling Pastoral
kepada ibu-ibu yang mengalami penyakit menahun), ketika manusia yaitu Adam dan
Hawa jatuh ke dalam dosa maka penyakit, kesusahan dan kematian memasuki
kehidupan semua manusia (Kej. 3:16-19). Penyebab dosa dan penyakit adalah Iblis
(Ayb. 1-2). Dan jika kita melirik ke dalam Yes. 53:4; 53:11 ada kata נשא (nasa) maka penyakit
berhubungan dengan kata nasa ini
dipakai untuk menanggung dosa dan penyakit. Arti kata nasa adalah mengangkut, mengangkat atau memindahkan jauh-jauh. Jika
kita melihat nasa maka Imamat
menggunakannya dalam Im. 16, ketika memberikan kambing jantan untuk pendiaman
yang mengangkut segala kesalahan/dosa dan penyakit bangsa Israel ke tanah yang
tandus, dan kambing itu harus dilepaskan di padang gurun (Im. 16:21-22).[25]
Penyakit sering dianggap sebagai
hukuman Allah kepada orang-orang yang berdosa karena itu mereka harus
disisihkan, hidup mereka kebanyakan didiskriminasi atau mereka dan keluarganya
tersisihkan.[26]
Menurut buku Sehat, Kesehatan dan
Penyembuhan, orang Ibrani selalu beranggapan bahwa penyakit diberikan Allah
sebagai hukuman atas apa yang tidak disukai-Nya (Kel. 4:11; Bil. 25:18; Ul.
32:39; Yes. 38 dan Mzm. 38:3). Pemahaman inilah yang menyebabkan orang menyisihkan
orang yang mempunyai penyakit beserta keluarganya dan biasanya mereka memahami
kalau penyakit itu adalah akibat dari dosa pribadinya atau dosa
keluarganya/dosa warisan. Hubungan langsung anatara dosa dan penyakit sangat
sulit untuk dipecahkan. Namun bangsa-bangsa yang menuruti Allah diberi janji
akan luput dari penyakit ( Kel. 15:25-26; Ul. 7:12-16). Penyakit juga adalah
hukuman berat atas umat Allah (Yer. 24:10, 32: 24).[27]
Jadi dengan demikian dari pemaparan
di atas maka dapat kita simpulkan bahwa penyakit merupakan bagian dari dosa
yang tidak terlepaskan. Di mana orang-orang yang berada pada zaman Perjanjian
Lama tersebut menganggap bahwa mereka telah berdosa, meskipun yang sebenarnya
mereka belum tentu berdosa, tapi oleh karena pemahaman mereka tentang dosa
warisan yang menyebabkan mereka berdosa sehingga mereka juga meyakini bahwa
penyakit juga merupakan bagian dari dosa.
1.4.
Dosa
dan Penyakit Berdasarkan Kitab Ayub
Menurut buku Ayub dalam Kasih
Allah, Dosa menurut Ayub adalah
mengutuki Allah hal ini menyebabkan Ayub berpikir kalau anak-anaknya telah
berdosa karena mengutuki Allah dalam hati karena itu ia mempersembahkan korban
bakaran kepada Allah yang dilakukannya senantiasa (Ayb. 1:5).[28]
Menurut buku Introduction To The
Old Testament, jika kita melihat kembali kisah Ayub maka menurut
teman-temannya, ia mengalami penderitaan oleh penyakitnya, kehilangan
anak-anaknya, harta bendanya adalah karena ia telah berdosa kepada Allah. Allah
murka kepada Elifas orang Teman, dan dua sahabatnya dan memuji Ayub. Tuhan
murka kepada sahabat Ayub karena mereka mengajarkan bahwa hanya orang benar
yang diberkati, mendesak Ayub mengaku dosa, dan mereka tidak berkata benar
tentang Allah.[29]
Menurut Ensiklopedi Alkitab, Ayub mengalami
penderitaan bukan karena ia melakukan dosa atau melanggar perintah Allah,
melakukan kesalahan terhadap Allah. Namun ia adalah orang saleh yang mengalami
musibah hebat. Ia kehilangan semua anaknya dan segala harta bendanya,
lalu dihinggapi penyakit kulit yang menjijikkan.[30]
Dalam tiga rangkaian percakapan yang bersajak, si penulis menggambarkan
bagaimana teman-teman Ayub, dan Ayub sendiri menanggapi malapetaka itu. Pokok
yang penting dalam percakapan-percakapan itu ialah yang menyinggung caranya Allah memperlakukan
manusia. Pada bagian terakhir, Allah sendiri menyatakan diri-Nya kepada Ayub. Jika kita melihat kitab Ayub ini
maka penderitaan tidak selalu akibat dari dosa yang diperbuat melainkan karena
Allah adalah orang yang tidak terselami.[31]
Menurut Alkitab, Penyakit yang
diderita oleh Ayub sangatlah mengerikan, barah yang busuk dari telapak kakinya
sampai ke batu kepalanya (Ayb. 2:7) dan penyakit itu sangat menyiksa dirinya.
Barah yang ia derita menimbulkan rasa gatal sehingga Ayub mengambil sekeping
beling untuk menggaruk badannya (Ayb. 2:8). Penyakit itu juga membuat
sahabat-sahabat Ayub tidak mengenali wajahnya (Ayb. 2:12) abu menutup tubuhnya
(Ayb. 7:5). Barat badannya menurun (Ayb. 19:20). Tulangnya terasa nyeri (Ayb.
30:17), kulitnya hitam mengelupas (Ayb. 30:30). Keadaan fisik Ayub sangat
tersiksa bahkan psikologinya juga tertekan karena istrinya menyuruhnya
mengutuki Allah (Membuat dosa).[32]
Seperti yang telah saya singgung
maka Ayub mengalami penderitaan karena ia dianggap telah berdosa kepada Allah
sehingga ia mengalami kesengsaraan yang luar biasa karena menurut agama
tradisional maka manusia akan mengalami kesengsaraan ketika ia melakukan pelanggaran.
Apakah Allah menghendaki musibah yang menimpa Ayub? Apakah Allah melihat kalau
setan menghampiri Ayub? Allah tahu segala sesuatunya. Jika kita melihat kembali
kehidupan dunia ini maka manusia lebih cendrung seperti sahabat-sahabat Ayub
yang senantiasa mencari penyebab penderitaan (Berupa penyakit). Mereka
senantiasa mencari tahu penyebab penyakit dan penderitaan Ayub serta mencoba
memecahkannya melalui logika mereka. Karena itu mereka mendatangkan peringatan
keras dari Allah kepada mereka (Ayb. 42: 7). Beranjak dari kitab Ayub maka kita
dapat melihat maka penyebab penyakit atau penderitaan yang dialami tidak selalu
adalah akibat dari dosa yang menimpa manusia melainkan Allah bekerja dan
senantiasa mendatangkan kasih karunia.[33]
Dalam buku Derita dan kutuk maka
ada alasan mengapa penyakit senantiasa menimpa orang yang baik dan saleh sepeti
tokoh Ayub, Harold mengatakan bahwa oleh dosa manusia, kehendak Allah dan
hukuman Alam. Ada 4 ksah yang kita peroleh dari Ayub:
1. Tuhan
Allah adalah maha kuasa dan ia sumber segala sesuatu yamg terjadi di bumi.
2. Tuhan
itu adil dan benar. Setiap manusia akan mendapatkan seseuai dengan
perbuatannya. Yang baik diberkati dan yang jahat dihukum.
3. Ayub
adalah orang yang baik.[34]
Dari pemaparan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa penderitaan tidak selalu berasal dari Tuhan.
1.5.
Refleksi
Teologis
Dari pemaparan
diatas maka dapat kita ambil sebagai bahan refleksi dalam kehiduan kita, bahwa
tidak semua penderitaan (termasuk penyakit) itu adalah akibat dari dosa. Allah
adalah orang yang tidak terselami dan orang setia. Mungkin saja ketika kita
mendapatkan sebuah penyakit maka yang terlintas dalam pikiran kita adalah bahwa
itu adalah akibat dari dosa kita, padahal mungkin saja Allah mengizinkan Iblis
menguji iman kita. Kenyataan bahwa dalam pemahaman agama tradisional (agama
Pemena) masih saja berpengaruh pada kita saat ini, di dalam suku penyaji
misalnya (Karo) maka ketika seseorang mengalami sakit yang luar biasa dan sudah
menahun tidak sembuh maka yang dipertanyakan adalah (apakah dosamu (inilah yang ditanyakan orang lain kepada penderita)/ apa
dosaku sehingga penyakit ini menerpa keluargamu/ kami? (Yang ditanyakan oleh
pribadi)) mungkin saja pertanyaan ini muncul bukan saja dikalangan Karo,
Simalungun, Toba, Nias bahkan suku-suku lainnya. Karena pemikiran yang
sedemikian yang seharusnya kita Transformasi dengan Injil yang menjadi dasar
kita untuk dapat mengubah pemikiran mereka dalam pemahaman agama tradisional
yang masih melekat dalam paradigma mereka. Dan oleh karena itu perlu kita
ketahui sekalipun kita terkena penyakit, penderitaan, Ketentuan Allah tidak
terselami oleh manusia (Trasenden), rancangan-Nya adalah damai sejahtera, bukan
rancangan kecelakaan dan Ia akan memberikan hari depan yang penuh harapan (Yer.
29: 11). Ia memanggil dan menugasi manusia menjadi bentera-Nya, kendati
penderitaan dan kelemahan yang terjadi bagi kita. Penugasan itu datangnya dari
Allah yang penuh kasih karunia yang tidak memperalat manusia tetapi melibatkan
manusia dalam rencana sorgawi yang tidak terlihat oleh manusia di dunia ini.
II.
Kesimpulan
Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
dosa berasal dari tujuh bahasa Ibrani yaitu: חטאה
–(khatâ'âh),
"berbuat dosa, חטא “(khet)” (dosa), פשע
“(pesya)”,
"memberontak". שגג (syagag)” dosa yang “tidak
disengaja”, אשם
- '(âsyâm),
"bersalah yang dihubungkan dengan korban". Kata עון
- '(âvõn),
"melakukan kesalahan", רשע (râsyâ) “fasik”, sedangkan penyakit bahasa Ibraninya adalah חלי (kholiy) kata ini mengandung arti penyakit, kesakitan. Kata מכאב (Mak’ob), kesengsaraan
yang ditimbulkan oleh penyakit, kata עמל (amal) yang berarti memikul (Yes. 53:11), (memikul tetapi dalam
bentuk penyakit kita yang dipikul). dosa bermula ketika Adam dan Hawa memakan
buah larangan Tuhan dan dosa itu menghasilkan penyakit dan penderitaan. Namun
meskipun demikian Allah masih memberkati manusia meskipun ia menyesal menciptakan-Nya.
Sekalipun penyakit bermula dari dosa namun tidak semua penyakit itu adalah
akibat dosa, bahkan bisa saja penyakit muncul akibat kesetiaan kepada Allah
layaknya tokoh Alkitab yang bernama Ayub.
III.
Daftar
Pustaka
….. , Alkitab Bahasa Indonesia, Jakarta: LAI,
2007
….., Theological Dictionary, Amerika: New
York Press, 1967
Atkinson, David,
Ayub Dalam Kasih Allah, Jakarta:
YKBK/OMF, 1974
Barth dan
Marie-Claire Barth, Christoper, Teologi
Perjanjian Lama I, Jakarta: BPK-GM, 2011
Becker, Dieter, Pedoman Dogmatika: Suatu Kompendium Singkat,
Jakarta: BPK-GM, 1991
Browning,
W.R.F., Kamus Alkitab, Jakarta:
BPK-GM, 2009
Dzen, Sjokoer
M., Bakteriologi Medik, Malang:
Bayumedia Publishing, 2003
Hadiwijono,
Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM,
2012
Kushner, Harold
S., Derita Kutuk dan Rahmat,
terjemahan A. Supratiknya, Yogyakarta: Kanisius, 1991
Mc Elrath-Billy
Mathias, W.N., Ensiklopedi Alkitab
Praktis, Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1990
Napel, Henk Ten,
Kamus Teologi (Inggris, Indonesia),
Jakarta: BPK-GM, 1999
Pfeiffer, Robert
H., Introduction to the Old Testament,
New York: Harper& brother Publisher, 1948
Poerwadarminta,
W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Yogyakarta: Balai Pustaka, 1990
Pringgodigdo,
A.G., Ensiklopedi Umum, Yogyakarta:
Kanisius, 1967
Ryrie, Charles
C., Teologi Dasar, Yogyakarta:
Yayasan ANDI, 1991
Saragih, Jaksen,
Tesis (Konseling Pastoral kepada ibu-ibu
yang mengalami penyakit menahun), Medan: STT-Abdi Sabda, 2009
Sitompul, A.A., Manusia dan Budaya, Jakarta: BPK-GM,
1989
Stewart, Andy, A Sistematic Theology, Grand Rapids:
Zondervan, 1962
Strong, Bussel, Systematic Theology, Philadelphia:
Judson, 1907
Takaliung dan
Susan Takaliung, Pondsius, Pedoman
Pelayanan terhadap Orang Sakit, Malang: Gandum Mas, 1994
walls, A. F., sehat, kesehatan dan penyembuhan
(ensiklopedi alkitab masa kini , jilid II), Jakarta: YKBK/OMF, 1995
IV.
Sumber
Tambahan
www.google_TeologiaPerjanjianLama.com
diakses pada 05 Agustus 2013
[1] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 2009),
34
[2] Dieter Becker, Pedoman
Dogmatika: Suatu Kompendium Singkat, (Jakarta: BPK-GM, 1991), 101
[4] W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Yogyakarta: Balai Pustaka, 1990), 405
[5] Henk Ten Napel, Kamus Teologi (Inggris, Indonesia),
(Jakarta: BPK-GM, 1999), 292
[6] A.G. Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum, (Yogyakarta: Kanisius,
1967), 286
[7] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar, (Yogyakarta: Yayasan
ANDI, 1991), 281-283
[8] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2012),
227-229
[9] Dieter Becker, Pedoman Dogmatika: Suatu Kompendium Singkat,
101
[10] ….., Theological Dictionary, (Amerika: New
York Press, 1967), 799
[11] W.N. Mc Elrath-Billy
Mathias, Ensiklopedi Alkitab Praktis,
(Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1990), 33
[12] Christoper Barth dan
Marie-Claire Barth, Teologi Perjanjian
Lama I, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 47-48
[13] Christoper Barth dan
Marie-Claire Barth, Teologi Perjanjian
Lama I, 48-50
[14] Bussel Strong, Systematic Theology, (Philadelphia:
Judson, 1907), 269
[15] Andy Stewart, A Sistematic Theology, (Grand Rapids:
Zondervan, 1962), 264
[16] W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 567
[17] A.A. Sitompul, Manusia dan Budaya, (Jakarta: BPK-GM,
1989), 171
[18] Jaksen Saragih, Tesis (Konseling Pastoral kepada ibu-ibu yang
mengalami penyakit menahun), (Medan: STT-Abdi Sabda, 2009), 90-91
[19] Jaksen Saragih, Tesis (Konseling Pastoral kepada ibu-ibu
yang mengalami penyakit menahun), 91
[20] Sjokoer M. Dzen, Bakteriologi Medik, (Malang: Bayumedia
Publishing, 2003), 3
[21] Pondsius Takaliung
dan Susan Takaliung, Pedoman Pelayanan
terhadap Orang Sakit, (Malang: Gandum Mas, 1994), 5-7
[22] W.N. Mc Elrath-Billy
Mathias, Ensiklopedi Alkitab Praktis,
77 & 126
[23] Jaksen Saragih, Tesis (Konseling Pastoral kepada ibu-ibu
yang mengalami penyakit menahun), 81
[24] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, 337
[25] Jaksen Saragih, Tesis (Konseling Pastoral kepada ibu-ibu
yang mengalami penyakit menahun), 81-82
[26] Jaksen Saragih, Tesis (Konseling Pastoral kepada ibu-ibu
yang mengalami penyakit menahun), 84
[27]A. F. walls, sehat, kesehatan dan penyembuhan
(ensiklopedi alkitab masa kini , jilid II), (Jakarta: YKBK/OMF, 1995), 368
[28] David Atkinson, Ayub Dalam Kasih Allah, (Jakarta:
YKBK/OMF, 1974), 21
[29] Robert H. Pfeiffer, Introduction to the Old Testament, (New
York: Harper& brother Publisher, 1948), 661
[30] David Antikson, Ayub Dalam Kasih Allah, 28-29
[31] W.N. Mcelrath-Billy
Mathias, Ensiklopedia Alkitab Praktis,
17
[32] ….. , Alkitab Bahasa Indonesia, (Jakarta: LAI,
2007), 541, 545, 556 & 565-566
[33] ….. , Alkitab Bahasa Indonesia, 566
[34] Harold
S. Kushner, Derita Kutuk dan Rahmat,
terjemahan A. Supratiknya, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), 17-19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar